Kode Modul : MBA 070
Trauma ginjal merupakan cedera ginjal yang dapat
bermanifestasi mulai dari kontusio, laserasi parenkim sampai dengan avulsi
ginjal akibat suatu trauma tumpul atau penetrans. Lebih sering oleh karena trauma tumpul. Ginjal
pada anak dianggap lebih rentan terhadap trauma karena kurangnya mekanisme
perlindungan fisik terhadap organ tersebut
yaitu kurang dilindungi oleh lengkungan costa dan otot-otot abdomen. Kelainan congenital ginjal atau Wilm’s tumor akan
lebih rentan terkena trauma. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari
dinding buli-buli, yang dapat
disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen , kandung kencing pada
anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.
B.
Waktu
(1)
Tingkat pengayaan dimulai dari semester 1 sampai 3
(2)
Kegiatan magang dari semester 4 sampai semester 7
(3)
Kegiatan mandirir dimulai dari semester
8 sampai akhir pendidikan
Jenis Penyakit
|
ICD 10
|
Tahap I
|
Tahap II
|
Jumlah kasus
minimum
|
|||||||||
PBD
3 bl
|
Sem 1
|
Sem 2
|
Sem 3
|
Sem 4
|
Sem 5
|
Sem 6
|
Sem 7
|
Sem 8
|
Sem
9
|
G
|
M
|
||
Trauma
traktus
urinarius
|
S37.0
|
K6
|
K6
|
K6
|
K6
|
P2A5
|
P2A5
|
P2A5
|
P2A5
|
P5A5
|
P5A5
|
2
|
2
|
Kompetensi
yang harus dikuasai dalam setiap tahap ditandai dengan warna. Warna merah
adalah tingkat pengayaan dan pengusaan materi (K6), warna kuning adalah
tingkat magang dan pengusaan psikomotor, attitude (P2,A3); sedangkan warna
hijau adalah tingat mandiri dan penguasaan psikomotor dan attitude (P5,A5). G : Kegiatan magang M : Operasi mandiri
|
C. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul
ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dan fisiologi ginjal dan buli, penegakkan
diagnosis dan pengelolaan trauma traktus
urinarius, melakukan tindakan operasi serta perawatan pasca
operasinya.
2. Tujuan Khusus
1.
Mampu
menjelaskan anatomi dan fisiologi traktus urinarius
2.
Mampu
menjelaskan tanda-tanda dan gejala trauma traktus urinarius
3.
Mampu
menjelaskan hasil pemeriksaan penunjang pada trauma traktus urinarius
4.
Mampu
menegakkan diagnosis trauma traktus
urinarius
5.
Mampu melakukan persiapan pra
operatif trauma traktus urinarius
6.
Mampu
menjelaskan indikasi operasi dan melakukan operasi pada trauma traktus urinarius
7. Mampu melakukan perawatan
pasca operasi serta mampu mengatasi komplikasi yang terjadi
D. Strategi dan
Metoda Pembelajaran
1. Pengajaran
dan kuliah pengantar
|
50 menit
|
2. Tinjauan
Pustaka
✴
Presentasi teori trauma traktus urinarius
✴
Presentasi kasus trauma traktus urinarius
|
1 kali, telaah
kepustakaan
1 kali
|
3. Diskusi
Kelompok
|
2 x 50 menit,
diskusi kasus menyangkut diagnosa, operasi, penyulit
|
4. Bed side
teaching
|
6 x ronde
|
5. Bimbingan
Operasi
✴
Operasi magang
✴
Operasi mandiri
|
minimal 2
kasus
minimal 2
kasus
|
E.
Kompetensi
Jenis
Kompetensi
|
Tingkat
Kompetensi
|
|||
a
|
Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi traktus urinarius
|
K6
|
|
|
b
|
Mampu menjelaskan tanda-tanda dan
gejala trauma traktus urinarius
|
K6
|
|
|
c
|
Mampu menjelaskan hasil pemeriksaan
penunjang pada trauma traktus urinarius
|
K6
|
|
|
d
|
Mampu menegakkan diagnosis trauma traktus urinarius
|
K6
|
P2
|
A3
|
e
|
Mampu melakukan persiapan pra
operatif trauma traktus urinarius
|
K6
|
P5
|
A5
|
f
|
Mampu menjelaskan indikasi operasi dan
melakukan operasi pada trauma traktus urinarius
|
K6
|
P5
|
A5
|
g
|
Mampu melakukan perawatan pasca operasi serta mampu mengatasi komplikasi
yang terjadi
|
K6
|
P5
|
A5
|
F.
Persiapan Sesi
(1)
Materi kuliah pengantar berupa kisi-kisi materi yang harus
dipelajari dalam mencapai kompetensi, mencakup
a)
Anatomi
dan fisiologi traktus urinarius
b)
Tanda,
gejala klinis, pemriksaan penunjang untuk mendiagnosis trauma traktus urinarius
c)
Persiapan pra operatif trauma
traktus urinarius
d)
Indikasi
operasi dan melakukan operasi pada trauma traktus urinarius
e)
Perawatan
pasca operasi serta mampu mengatasi komplikasi yang terjadi
(2)
Presentasi teknik operasi
(3)
Peralatan penunjang untuk materi (audio-visual)
G. Referensi
1)
Brown RL. Dan Garcia VF. Genitourinary Tract Trauma.
Dalam: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran AG, Fonkalsrud EW, Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier;
2006. h. 327-9.
2)
Stylianos S. dan Hicks BA. Abdominal and Renal Trauma.
Dalam: Ashcraft KW, Holcomb GW, Murphy JP, Pediatric
Surgery. Edisi ke-4.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h. 211-4.
3)
McAninch JW, Santucci RA. Genitourinary Trauma in: Walsh
PC (ed). Campbell’s
Urology. 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2002. p.3707-44.
4)
Edson M. Renal Trauma in: Whitfield HN (ed). Rob &
Smith’s Operative Surgery: Genitourinary Surgery. 5th ed. Oxford:
Butterworth-Heinemann
Ltd; 1993. p.118-24.
H. Gambaran Umum
Ginjal pada anak dianggap lebih rentan terhadap trauma karena
kurangnya mekanisme perlindungan fisik terhadap organ tersebut yaitu kurang dilindungi oleh
lengkungan costa dan otot-otot abdomen. Kelainan congenital ginjal atau
Wilm’s tumor akan lebih rentan terkena trauma. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari
dinding buli-buli, yang dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen ,
kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.
Kebanyakan trauma ginjal akibat langsung merusak parenkim yang mengakibatkan
kontusio, hematom intrakapsuler, atau fracture. Deselerasi yang tiba-tiba akan
membuat terputusnya dari pedikel vaskuler atau ureteropelvic junction. Gejala
dari trauma ginjal adalah dapat terjadi gross hematuri dan mikroskopik hematuri.
Ketika pasien akan dibawa ke kamar operasi oleh karena adanya perdarahan,
baiknya dilakukan one shoot IVP untuk melihat fungsi ginjal kontralateral dari
trauma. Ketika mempunyai waktu yang cukup, dilakukan pemeriksaan CT scan
intravena dan enteral kontras. Tindakan pembedahan dilakukan apabila terdapat
shattered kidney, trauma pedikel ginjal, perdarahan berlanjut atau adanya
trauma tembus.
Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding
buli-buli, yang
dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen ,
kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.
Kebanyakan trauma buli oleh karena fraktur pelvis yang berat. Indikasi untuk
dilakukan sistografi pada fraktur pelvis diantaranya adalah kematuria yang
signifikan, adanya darah pada meatus uretra dan ileus yang disertai dengan
azotemia. Ketika CT scan dilakukan untuk mengevaluasi trauma abdomen, kateter
uretra dipertahankan selama pemeriksaan, apabila adanya keterlambatan kontras
dalam pelvis selama 5 menit setelah
kontras di injeksikan menandakan adantrauma buliya intraperitonel dan
ekstraperitoneal .Setelah repair buli sebaiknya kateter dipertahankan selama 7
sampai 10 hari. Dan pemeriksaan kontras dilakukan untuk menilai buli yang telah
di repair. Komplikasi postoperative adalah batu, fistula, stenosis ureter atau
uretra.
I.
Contoh Kasus
Seorang
anak laki-laki 12 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan. 2 jam sebelum masuk sakit anak tersebut ditabrak mator dengan kecepatan
tinggi dari arah belakang dan stang motor menghantam pinggang kanan anak
tersebut. Keluhan disertai dengan luka-luka lecet pada wajah, dada, dan kedua
kaki serta tangan penderita. Penderita masih dapat berkomunikasi dengan baik
walaupun terlihat agak pucat dan lemah. Riwayat pingsan, nyeri kepala, muntah,
perdarahan dari hidung, mulut dan telinga disangkal penderita.
Pada
pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum yang compos mentis, GCS 15, tekanan
darah 90/60 mmHg, nadi 120 kali permenit, respirasi 24 kali permenit,
konjungtiva anemis, vulnus ekskoriasi dengan berbagai ukuran pada wajah, dada,
kedua kaki dan tangan, jejas berukuran 5x3x2 cm pada ragio flank dextra
disertai dengan nyeri tekan.
Pertanyaan: 1.
Bagaimanakah penatalaksanaan awal pada pasien ini?
2. Pemeriksaan penunjang
apa lagi yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
3. Bila diagnosis telah
ditegakkan bagaimanakah penanganan selanjutnya?
J.
Rangkuman
Ginjal pada anak dianggap lebih rentan terhadap trauma karena
kurangnya mekanisme perlindungan fisik terhadap organ tersebut yaitu kurang dilindungi oleh
lengkungan costa dan otot-otot abdomen. Kelainan congenital ginjal atau
Wilm’s tumor akan lebih rentan terkena trauma. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari
dinding buli-buli, yang dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen ,
kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.
Kebanyakan trauma ginjal akibat langsung merusak parenkim yang mengakibatkan
kontusio, hematom intrakapsuler, atau fracture. Deselerassi yang tiba-tiba akan
membuat terputusnya dari pedikel vaskuler atau ureteropelvic junction. Gejala
dari trauma ginjal adalah dapat terjadi gross hematuri dan mikroskopik
hematuri. Ketika pasien akan dibawa ke kamar operasi oleh karena adanya
perdarahan, baiknya dilakukan one shoot IVP untuk melihat fungsi ginjal
kontralateral dari trauma. Ketika mempunyai waktu yang cukup, dilakukan
pemeriksaan CT scan intravena dan enteral kontras. Tindakan pembedahan
dilakukan apabila terdapat shattered kidney, trauma pedikel ginjal, perdarahan
berlanjut atau adanya trauma tembus.
Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding
buli-buli, yang
dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen ,
kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.
Kebanyakan trauma buli oleh karena fraktur pelvis yang berat. Indikasi untuk
dilakukan sistograpi pada fraktur pelvis diantaranya adalah kematuria yang
signifikan, adanya darah pada meatus uretra dan ileus yang disertai dengan
azotemia. Ketika CT scan dilakukan untuk mengevaluasi trauma abdomen, kateter
uretra dipertahankan selama pemeriksaan, apabila adanya keterlambatan kontras
dalam pelvis selama 5 menit setelah
kontras di injeksikan menandakan adantrauma buliya intraperitonel dan
ekstraperitoneal .Setelah repair buli sebaiknya kateter dipertahankan selama 7
sampai 10 hari. Dan pemeriksaan kontras dilakukan untuk menilai buli yang telah
di repair. Komplikasi postoperative adalah batu, fistula, stenosis ureter atau
uretra.
K.
Evaluasi
Tujuan Pembelajaran
|
Metode Penilaian
|
Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi
traktus urinarius
|
Ujian lisan dan tulis
|
Mampu menjelaskan tanda-tanda dan gejala trauma traktus urinarius
|
Ujian lisan dan tulis
|
Mampu menjelaskan hasil pemeriksaan penunjang pada trauma traktus urinarius
|
Ujian lisan dan tulis
|
Mampu menegakkan diagnosis trauma traktus urinarius
|
Ujian lisan dan tulis dan diskusi kasus
|
Mampu melakukan persiapan pra operatif trauma traktus urinarius
|
Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log
|
Mampu menjelaskan indikasi operasi dan melakukan operasi pada trauma traktus urinarius
|
Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log
|
Mampu melakukan perawatan pasca
operasi serta mampu mengatasi komplikasi yang terjadi
|
Pengamatan, penilaian kompetensi, diskusi, dan penilaian buku log
|
L.
Instrumen Penilaian
1. Ujian Pretest
Ujian ini dilaksanakan pada awal stase dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada pengetahuan esensial yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan tindakan atau prosedur yang diperlukan dan
berperilaku sesuai dengan baku penatalaksanaan operasi.
2. Ujian Post test
Ujian ini dilakukan pada akhir stase sebelum peserta didik pindah ke sub
bagian lain. Materi ujian merupakan
pengembangan dari ujian pretest dengan tingkat kesulitan yang lebih
tinggi. Hasilnya dibandingkan dengan
hasil pretest untuk melihat kemampuan daya tangkap peserta didik terhadap
materi modul yang diajarkan dalam waktu 3 bulan ini. Setelah ujian post test, dilakukan diskusi
antara pengajar dan peserta didik, untuk membahas hasil ujian dan berdiskusi
lebih lanjut tentang kekurangan dari peserta didik dari hasil ujian tulis.
3. Buku Log
Buku log merupakan buku yang mencatat semua aktivitas dari peserta didik,
untuk menilai secara objektif kompetensi yang didapat dari peserta didik. Buku log berisi daftar kasus yang diamati,
sebagai asisten ataupun yang dilakukan secara mandiri yang telah ditandatangai
oleh pembimbing. Masalah yang dijumpai pada kasus yang ada juga dicatat dalam
buku log. Selain itu buku log juga berisi kegiatan ilmiah yang dilakukan selama
pendidikan.
M.
Materi Baku
1.
Menegakkan diagnosa
a.
Trauma Ginjal:
1.
Anamnesis: Nyeri pada daerah pinggang
2.
Pemeriksaan Fisik: Jejas pada daerah pinggang dan abdomen
3.
Pemeriksaan Penunjang: Darah lengkap, tes fungsi ginjal, urine rutin, foto BNO, pyelografi
intravena, USG, CT-Scan abdomen
b.
Trauma
Buli:
1.
Anamnesis: Tidak keluar kencing
atau tidak ingin kencing, kencing bercampur darah, nyeri didaerah supra pubis, dan nyeri tekan atau tegang di
daerah abdomen bagian bawah (peritonismus)
2.
Pemeriksaan Fisik:
Pada test buli-buli cairan yang keluar lebih sedikit daripada
cairan yang masuk ke buli
3.
Pemeriksaan Penunjang: Darah lengkap, tes fungsi ginjal, urine rutin, foto BNO/Pelvis, pyelografi
intravena, sistografi
2.
Pengelolaan Penderita :
a.
Persiapan operasi
1.
Inform Consent
2.
Puasa
3.
Pasang infus, beri cairan standard (NaCl, RL) dengan tetesan
sesuai kebutuhan.
4.
Antibiotik prabedah diberikan secara
rutin.
b.
Teknik operasi
Nefrektomi
Pasien diletakkan pada posisi terlentang. Desinfeksi
lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril. Insisi kulit di garis tengah dimulai dari prosesus
xyphoideus ke arah simfisis pubis, diperdalam lapis demi
lapis.
Pada nefrektomi elektif: garis putih (white line) dari
Told diinsisi untuk membebaskan kolon, kolon disibakkan ke medial sampai tampak
vasa renalis. Ginjal yang masih diliputi lemak perinefrik dan fasia Gerota
dimobilisasi secara tumpul di sisi posterior dan lateral pada daerah avaskuler
antara fasia Gerota dan otot kuadratus lumborum dan psoas. Identifikasi ureter
pada tepi inferior fasia Gerota saat menyilang vasa iliaka. Ureter diligasi
dengan benang silk 1-0 dan dipotong. Identifikasi vena renalis dan diteugel.
Vena spermatika dan vena adrenalis diligasi dengan benang silk 2-0 pada tempat
keluarnya dari vena renalis dan dipotong. Sisihkan vena renalis ke anterior
untuk menampakkan arteri renalis. Arteri renalis diligasi ganda dengan silk 2-0
di proksimal dan dipotong. Vana renalis diligasi ganda dengan silk 2-0 dan
dipotong. Tepi superior fasia Gerota diatas kelenjar adrenal dibebaskan. Cabang
vasa adrenalis dari aorta diidentifikasi dan diligasi dengan silk 2-0 dan
dipotong. Ginjal dikeluarkan dari kavum abdomen.
Pada nefrektomi darurat (trauma): kontrol terhadap
pedikel ginjal dilakukan terlebih dahulu dengan menyibakkan usus halus ke arah
kanan dan peritoneum posterior dipotong mulai dari ligamentum Treitz ke arah
sekum. Vasa renalis diidentifikasi dan diligasi. Eksposur dan pengangkatan
ginjal selanjutnya sama dengan nefrektomi elektif.
Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine. Pasang drain
redon pada fosa renalis. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Repair Ruptur Buli
Penderita diletakkan pada posisi terlentang. Desinfeksi
lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril.
Insisi kulit midline ± 10 cm infra umbilikalis, lapis
demi lapis dan rawat perdarahan. M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba
(tengah-tengah). Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga
buli-buli terlihat keseluruhannya dengan jelas. Periksa dengan teliti
seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan bentuk robekannya
bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada
tepi-tepinya. Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair
trans peritoneal.
Pasang kateter per urethra sebelum dilakukan penjahitan
buli-buli, dan pastikan kateter masuk di dalam buli (balon kateter jangan
dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus -
kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter
sistostomi. Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu jahit mukosa-muskulari buli
dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa. Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0,
satu-satu. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
3.
Pasca bedah
Perawatan paska operasi :
·
Perawatan Luka Operasi
Komplikasi operasi :
· Perdarahan
· Infeksi luka operasi.
N.
Algoritme
O.
Penuntun Belajar Dan Daftar Tilik
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR OPERASI NEFREKTOMI
Nilailah kinerja
setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
3.
Mahir: langkah
dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap
langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
|
KEGIATAN
|
I.
Memahami data-data preoperasi yang
diperlukan
a.
Memahami keluhan dan gejala pasien trauma ginjal
b.
Memahami pemeriksaan fisik pasien trauma ginjal
c.
Memahami pemeriksaan penunjang pasien trauma ginjal
|
II.
Melakukan tindakan Nefrektomi
a.
Dilakukan narkose umum dengan intubasi endotrakeal.
b.
Pasien diletakkan dalam posisi
supine.
c.
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
ditutup dengan kain steril kecuali lapangan operasi.
d.
Insisi kulit di garis tengah dimulai dari prosesus xyphoideus ke arah
simfisis pubis, diperdalam lapis demi lapis.
e.
Pada nefrektomi elektif: garis putih (white line) dari Told diinsisi
untuk membebaskan kolon, kolon disibakkan ke medial sampai tampak vasa
renalis.
f.
Ginjal yang masih diliputi lemak perinefrik dan fasia Gerota
dimobilisasi secara tumpul di sisi posterior dan lateral pada daerah
avaskuler antara fasia Gerota dan otot kuadratus lumborum dan psoas.
g.
Identifikasi ureter pada tepi inferior fasia Gerota saat menyilang vasa
iliaka. Ureter diligasi dengan benang silk 1-0 dan dipotong.
h.
Identifikasi vena renalis dan diteugel. Vena spermatika dan vena
adrenalis diligasi dengan benang silk 2-0 pada tempat keluarnya dari vena
renalis dan dipotong.
i.
Sisihkan vena renalis ke anterior untuk menampakkan arteri renalis.
Arteri renalis diligasi ganda dengan silk 2-0 di proksimal dan dipotong.
j.
Vena renalis diligasi ganda dengan silk 2-0 dan dipotong.
k.
Tepi superior fasia Gerota diatas kelenjar adrenal dibebaskan.
l.
Cabang vasa adrenalis dari aorta diidentifikasi dan diligasi dengan silk
2-0 dan dipotong. Ginjal dikeluarkan dari kavum abdomen.
m.
Pada nefrektomi darurat (trauma): kontrol terhadap pedikel ginjal
dilakukan terlebih dahulu dengan menyibakkan usus halus ke arah kanan dan peritoneum
posterior dipotong mulai dari ligamentum Treitz ke arah sekum. Vasa renalis
diidentifikasi dan diligasi. Eksposur dan pengangkatan ginjal selanjutnya
sama dengan nefrektomi elektif.
n.
Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine. Pasang drain redon pada
fosa renalis. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
|
III.
Penyelesaian
a.
Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya
b.
Membuat laporan operasi
|
DAFTAR
TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR
OPERASI NEFREKTOMI
(diisi oleh pengajar)
Berikan
penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan
oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan
ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
ü: Memuaskan:
Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar
Ï: Tidak memuaskan:
Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan
oleh peserta selama proses evaluasi
oleh pelatih
|
PESERTA : TANGGAL
:
KEGIATAN
|
NILAI
|
||
I.
PENDAHULUAN
|
|||
1.
Memberikan penjelasan dan ijin tindakan
|
|
|
|
2.
Menetapkan indikasi operasi
|
|
|
|
3.
Memahami data-data preoperasi seperti klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
|
|
|
|
II.
TEHNIK TINDAKAN NEFREKTOMI
|
|
|
|
4.
Melakukan tindakan a dan antisepsis pada pasien
|
|
|
|
5.
Melakukan drapping pada pasien
|
|
|
|
6.
Melakukan insisi kulit di garis tengah
|
|
|
|
7.
Melakukan insisi white line dari Told
|
|
|
|
8.
Melakukan
identifikasi dan ligasi ureter, vena renalis, dan arteri renalis
|
|
|
|
9.
Melakukan
identifikasi dan ligasi cabang vasa adrenalis
|
|
|
|
10. Melakukan pembebasan dan pengeluran ginjal dari
cavum abdomen
|
|
|
|
11. Melakukan pemasangan drain redon pada fosa renalis
|
|
|
|
12. Melakukan pencucian dan penutupan cavum abdomen
|
|
|
|
III.
PENYELESAIAN
|
|
|
|
13. Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya
|
|
|
|
14. Membuat laporan operasi
|
|
|
|
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
Tanda
tangan Pelatih _______________________________Tanggal _______________
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR OPERASI REPAIR RUPTUR BULI
Nilailah kinerja
setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
3.
Mahir: langkah
dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap
langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
|
KEGIATAN
|
I.
Memahami data-data preoperasi yang
diperlukan
a.
Memahami keluhan dan gejala pasien ruptur buli
b.
Memahami pemeriksaan fisik pasien ruptur buli
c.
Memahami pemeriksaan penunjang pasien ruptur buli
|
II.
Melakukan tindakan repair ruptur buli
a.
Dilakukan narkose umum dengan intubasi endotrakeal.
b.
Pasien diletakkan dalam posisi
supine.
c.
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
ditutup dengan kain steril kecuali lapangan operasi.
d.
Insisi kulit midline ± 10 cm infra umbilikalis, insisi diperdalam lapis
demi lapis dan rawat perdarahan. M. rektum abdominis dipisahkan pada linea
alba (tengah-tengah).
e.
Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli
terlihat keseluruhannya dengan jelas.
f.
Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah,
ukuran dan bentuk robekannya bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan
debridement pada tepi-tepinya.
g.
Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans
peritoneal.
h.
Pasang kateter per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan
pastikan kateter masuk di dalam buli (balon kateter jangan dikembangkan
dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus - kasus ruptura
yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter sistostomi.
i.
Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu jahit mukosa-muskularis buli dengan
plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa.
Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu.
j.
Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
|
III.
Penyelesaian
a.
Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya
b.
Membuat laporan operasi
|
DAFTAR
TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR
OPERASI REPAIR RUPTUR BULI
(diisi oleh pengajar)
Berikan
penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan
oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan
ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
ü: Memuaskan:
Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar
Ï: Tidak memuaskan:
Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan
oleh peserta selama proses evaluasi
oleh pelatih
|
PESERTA : TANGGAL
:
KEGIATAN
|
NILAI
|
||
I.
PENDAHULUAN
|
|||
1. Memberikan penjelasan dan ijin
tindakan
|
|
|
|
2.
Menetapkan indikasi operasi
|
|
|
|
3.
Memahami data-data preoperasi seperti klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
|
|
|
|
II.
TEHNIK TINDAKAN REPAIR
RUPTUR BULI
|
|
|
|
4.
Melakukan tindakan a dan antisepsis pada pasien
|
|
|
|
5.
Melakukan drapping pada pasien
|
|
|
|
6.
Melakukan insisi midline ± 10 cm infra umbilikalis
|
|
|
|
7.
Melakukan
identifikasi ruptur buli
|
|
|
|
8.
Melakukan
pemasangan kateter per urethra sebelum dilakukan
penjahitan buli-buli
|
|
|
|
9.
Melakukan
penjahitan ruptur buli
|
|
|
|
10.
Melakukan
penutupan luka operasi
|
|
|
|
III.
PENYELESAIAN
|
|
|
|
11.
Memberitahukan dan menjelaskan keadaan pasien kepada keluarganya
|
|
|
|
12.
Membuat laporan operasi
|
|
|
|
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
Tanda
tangan Pelatih _______________________________Tanggal _______________
0 comments:
Post a Comment