Seorang
bayi laki-laki, usia 11 bulan datang ke UGD RSUP Dr. Sardjito, dengan keluhan
utama BAB keluar darah, rujukan dari RS tipe B, Cepu dengan gastrointestinal bleeding.
Dari
anamnesis didapatkan, pasien sejak dua hari SMRS, diare bercampur darah
sebanyak 2 kali, disertai muntah, isinya apa yang dimakan dan diminum, setiap
kali masuk makanan/minuman. Anak dikeluhkan menjadi lebih rewel, dan
kadang-kadang menangis tiba-tiba. Keluhan ini juga disertai dengan demam, suhu
antara 37,5 – 39 derajat Celcius. Oleh orang tua, pasien dibawa berobat ke
bidan.
1
hari SMRS, keluhan tidak berkurang, BAB bercampur lendir dan darah, muntah
positif, demam positif, dan ditambah dengan perut kembung. Ibu mengaku, saat
demam tinggi, anak tiba-tiba kejang seluruh tubuh, lebih kurang 5 menit, saat
sadar, anak menangis. Oleh orang tua, pasien dibawa ke RS tipe B di Cepu,
dilakukan dekompresi dengan pemasangan NGT (naso
gastric tube), dilakukan pemasangan infus dan pemberian antibiotik
intravena, kemudian dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito.
Dari
riwayat penyakit terdahulu, pasien pernah dipijat lebih kurang 1 minggu yang
lalu, imunisasi terakhir didapat adalah imunisasi campak saat usia 9 bulan.
Anak lahir dari ibu usia 20 tahun, P1A0, spontan, langsung menangis, ditolong
bidan. Riwayat pemberian ASI sampai dengan pasien berusia 5 bulan.
Temuan
pemeriksaan fisik:
keadaan
umum: lemah, frekuensi
nafas: 28 x/menit
frekuensi
nadi: 120 x/menit suhu:
37,50C
Pemeriksaan
fisik kepala, leher, toraks dalam batas normal
Pemeriksaan fisik abdomen:\
Inspeksi : tampak perut distended, bowel contour tidak tampak, bowel movement tidak tampak, venektasi tidak tampak
Auskultasi : peristaltik usus melemah
Palpasi : muscle guarding tidak ada, sulit meraba massa, dance’s sign-sulit dinilai
Perkusi : timpani menurun
Dilakukan
rectal touché/rectal examination,
dengan hasil:
Tonus
muskulus sfingter ani normal, mukosa rekti normal, ampula rekti kolaps, tidak
teraba adanya massa, pada sarung tangan tampak darah bercampur lendir.
Klinis tampak depan
Pada
hasil laboratorium didapatkan leukositosis dengan hiponatremia berat (Na=115
meq)
Kemudian,
dilakukan pemeriksaan foto abdomen 3 posisi dan juga USG abdomen
Abdomen
3 posisi, didapatkan hasil, tanda-tanda obstruksi usus halus dengan adanya
air-fluid level dan udara usus tidak tampak sampai ke kavum pelvis.
Pada
USG Abdomen, didapatkan hasil mencurigakan seperti gambaran target sign/sausage sign.
Gambaran USG Abdomen
Dari
hasil temuan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis sementara ILEUS MEKANIK ec SUSPEK
INTUSUSEPSI
Kemudian
pasien direncanakan untuk dilakukan operasi laparotomi eksplorasi milking procedure sampai dengan
kemungkinan reseksi anastomosis.
Dengan
sebelumnya dilakukan koreksi untuk perbaikan hiponatremianya, terlebih dahulu.
Temuan saat operasi,
tampak ileum terminal masuk ke dalam kolon ascenden sampai dengan fleksura
hepatika, diputuskan untuk dilakukan tindakan milking procedure, dan usus yang masuk, dapat dikeluarkan semua,
tidak ada tanda-tanda mikroperforasi, usus yang masuk masih viable dan kemerahan, ada beberapa
laserasi di sekum, dan dilakukan penjahitan simpel dengan benang ziede 3.0.
tampak lead-point adalah jaringan limfoid di batas ileosekal, kemudian dieksisi
untuk dilakukan pemeriksaan patologi.
Luka operasi
ditutup lapis demi lapis, dan operasi selesai.
Diagnosis
pascaoperasi: Ileus
mekanik ec Intususepsi ileosekal
Diskusi:
Kejadian
intususepsi masih merupakan kegawatdaruratan bedah anak yang perlu segera
ditangani dengan komprehensif. Insidensi terbanyak dibawah usia 2 tahun (75%),
dengan risiko anak laki-laki yang menderita 65%. Berdasarkan letak intestinal
yang terkena invaginasi ini, tipe ileosekal merupakan kondisi yang paling
sering ditemui, berkisar 85% dari keseluruhan tipe invaginasi. Manajemen
tindakan terbagi atas 2 (dua), yaitu non-operatif,
dengan penggunaan reduksi hidrostatik/pneumatik, dengan beberapa syarat (PSEDO=
Tidak ada peritonitis, tidak ada tanda-tanda sepsis, tidak ada imbalans
elektrolit, tidak ada dehidrasi, dan tidak ada obstruksi total), dan tindakan
yang kedua yaitu operatif, baik
dilakukan milking procedure atau
reseksi anastomosis. Angka rekurensi untuk masing-masing tindakan manajemen
inipun bervariasi, dimana angka rekurensi bila dilakukan reduksi berkisar 11%,
operasi milking procedure, 3% dan
reseksi anastomosis 0%.
0 comments:
Post a Comment